Pemblokiran Rekening oleh PPATK: Antara Perlindungan Sistem Keuangan dan Hak Asasi Manusia

Pemblokiran Rekening oleh PPATK: Antara Perlindungan Sistem Keuangan dan Hak Asasi Manusia

Pada akhir Juli 2025, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) memperkuat langkahnya dengan memblokir sementara rekening-rekening “dorman” atau tidak aktif yang dianggap berisiko disalahgunakan untuk kejahatan keuangan, termasuk pencucian uang, judi daring ilegal, dan penipuan. Kebijakan ini segera menuai respons beragam: otoritas menilai sebagai upaya menjaga integritas sistem keuangan, sementara sejumlah pihak mempertanyakan implikasi terhadap hak-hak individu.

Rekening dormant adalah rekening tabungan yang tidak digunakan untuk transaksi dalam jangka waktu tertentu. Menurut pengumuman resmi PPATK pada 28 Juli 2025, pemblokiran sementara atas rekening semacam ini dilakukan sebagai respons terhadap temuan bahwa banyak rekening dormant dijual atau disalahgunakan oleh pelaku kejahatan keuangan. Langkah ini diklaim bertujuan memberikan perlindungan kepada pemilik sah sekaligus mencegah penyalahgunaan oleh pihak tidak bertanggung jawab.

Secara normatif, tindakan pemblokiran tersebut didasarkan pada UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (beserta peraturan pelaksana) memberikan PPATK kewenangan untuk menganalisis transaksi dan mengambil langkah-langkah mitigasi apabila ditemukan potensi penyalahgunaan.

Dampak Terhadap Hak Asasi Manusia

a.    Hak atas Kepemilikan dan Akses terhadap Aset (Hak atas Properti)

Pemblokiran sementara rekening berarti nasabah kehilangan kemampuan mengakses dana yang secara formal adalah miliknya. Dalam perspektif hak asasi, hak atas kepemilikan (property rights)—meskipun tidak selalu eksplisit dalam semua instrumen HAM—terkait dengan perlindungan terhadap pengambilan atau pembekuan aset tanpa prosedur yang adil. Jika pemblokiran dilakukan tanpa transparansi memadai, pemberitahuan, atau akses efektif untuk membela diri, maka ada potensi pelanggaran prinsip due process dan proportionality.

b.    Hak atas Kepastian Hukum dan Prosedur yang Adil

Pemblokiran sepihak memunculkan kekhawatiran soal kepastian hukum: apakah kriteria “dorman” dan risiko penyalahgunaan telah terdefinisi cukup jelas? Apakah nasabah yang terdampak mendapatkan pemberitahuan, penjelasan alasan, dan jalan yang cepat untuk mengajukan keberatan?

c.    Hak atas Privasi dan Pengolahan Data

Verifikasi ulang melalui kecocokan NIK dan peningkatan pengawasan transaksi menempatkan data pribadi nasabah dalam lintasan analisis intensif. Tanpa pengaturan ketat tentang batas penggunaan, retention, dan transparansi data, ada risiko pelanggaran hak privasi.

d.    Hak atas Informasi dan Partisipasi

Kebijakan selayaknya diumumkan melalui kanal resmi (misalnya unggahan Instagram PPATK) demi memberikan ruang bagi penyebaran informasi, namun kritik publik yang muncul menunjukkan adanya kekurangan dalam komunikasi, akuntabilitas, dan partisipasi masyarakat terhadap kebijakan yang berdampak luas.

Pemblokiran rekening dormant oleh PPATK pada dasarnya bertujuan mulia, yaitu mencegah penyalahgunaan yang merugikan sistem dan masyarakat. Namun, jika dilakukan tanpa prosedur yang tepat, dapat mencederai hak asasi warga negara, terutama hak atas kepemilikan, prosedur yang adil, dan privasi. Kebijakan itu bisa menimbulkan dampak negatif yang justru melemahkan kepercayaan publik dan mengorbankan martabat serta hak warga negara.

Berikan Komentar

Email Anda tidak akan dipublikasikan.

0 Komentar

Whatsapp